Your avatar

Pendidikan Akta.....

Pendidikan Akta, Antara Proteksi dan Pemasungan Profesi Guru

          Wajah suatu negeri akan tergantung kepada kreatifitas sumber daya manusia, dan SDM akan ditopang penuh oleh dunia pendidikan. Dengan demikian dunia pendidikan memegang peranan terdepan, terpenting dan sangat mendesak. Melirik betapa penting peranan pendidikan dan proses di dalamnya, maka kehati-hatian dalam menjalankan kebijakan pendidikan adalah wajib hukumnya bagi pelaku  kebijakan pendidikan.
            Polise yang memberikan kebolehan  seseorang yang bukan dari sekolah keguruan (agama – umum) untuk menunaikan tugas mengajar di sekolah asal telah menempuh pendidikan AKTA dan punya AKTA MENGAJAR, bisa dilihat dari beberapa sisi :
Pertama : secara institusional , dalam hal ini Depdiknas seakan-akan memberikan proteksi atau perlindungan kepada profesi keguruan yang begitu mulia dan luhur.
Kedua : Profesi pendidik / pengajar sepertinya dipandang profesi yang begitu sakral dan spesifik. Seseorang tidak bisa begitu saja terjun menjadi tenaga pendidik / pengajar, dia harus lebih dahulu mempunyai ijazah AKTA mengajar.
            Dibalik itu semua tersiratlah suatu permasalahan yang sebenarnya menjadi ganjalan yang sangat riskan dalam dunia pendidikan. Hal itu bisa kita lihat dari sisi :
Pertama : Mereka yang keberangkatannya bukan dari disiplin ilmu kependidikan (Dep. Agama / Diknas) tetapi telah memiliki AKTA mengajar- dan mereka secara hukum / legal bisa mengajar. Ini bisa dikategorikan mempersempit lapangan kerja guru, yang telah lama menimba ilmu di Fakultas Keguruan (Dep. Agama / Diknas). Hal ini jelas akan menimbulkan kecemburuan profesi, mengapa tidak ? karena efek samping yang jelas akan terjadi banyak mereka yang punya hak menjadi guru / pendidik harus terbengkelai alias menganggur, sebab tempatnya telah diisi oleh lulusan AKTA.
Kedua : Apakah mungkin  ilmu keguruan yang telah ditempuh- telah dipelajari sekian lama dari sekolah keguruan dari tingkat SLTA ( SPG, PGA, SGO sampai  Perguruan Tinggi baik Depag / Diknas) secara detail, mendasar dan holistic, bisa diimbangi dengan ilmu keguruan yang hanya ditempuh melalui pendidikan AKTA. Kehadiran lembaga pendidikan yang membuka pendidikan AKTA hanya beberapa semester saja, bukankah ini merupakan potret yang sangat ironis ? Belum lagi munculnya potret kelabu, dengan disinyalir adanya beberapa program AKTA yang penting lancar membayar " every thing is running well ".
            Ketiga : sungguh malang rasanya dikala ada AKTA mengajar, tetapi belum ada AKTA hakim, dokter, atau profesi-profesi lainnya. Ini memberikan pelajaran bagi kita profesi guru yang begitu mulia dan diunggulkan terutama di negera-negara maju, (seperti : Jepang, Korea dan Singapura) justru bisa dibuat " Instant ", dan di saat yang sama tidak terjadi pada profesi lain. Adilkah ini ?
Implikasi negative pendidikan AKTA
            Pemerintah (Depiknas) sudah saatnya meninjau ulang kebijakan yang menyangkut legalisasi mengajar hanya dengan mengikuti program pendidikan AKTA. Fenomena tersebut akan lebih berbahaya justru di saat digulirkannya UU Guru dan Dosen. Undang-Undang tersebut jelas memberikan nuansa yang cerah bagi kedua profesi tersebut. Sekaligus menunut profesionalisme jabatan guru. Jangan sampai profesi ini dinodai oleh beberapa orang yang hanya mengenyam pendidikan AKTA dan punya hak sama dengan yang telah lama mengenyam pendidikan keguruan.
            Dengan dibukanya program pendidikan AKTA terkesan profesi guru menjadi profesi yang murahan alias bisa diproduk secara instant. Jangan lupa kenyataan ini bisa menjadi lahan subur bagi mereka yang hanya ingin mencari uang / penghasilan-sementara di lahan lain terlalu lama mengantri. Guru / pendidik merupakan profesi yang harus lahir dari hati nurani yang sangat dalam, ikhlas, memahami psikologi, perkembangan  peserta didik, dan tidak sekedar bekerja dan mendapatkan uang. Namun akan bertanggung jawab terhadap keberlangsungan anak-anak bangsa dua puluh bahkan tiga puluh tahun yang akan datang.
            Program pendidikan AKTA bukan tidak mungkin akan melahirkan pendidik-pendidik yang justru tidak paham kepada permasalahan "pendidikan – anak secara holistik ". Fenomen ini bisa memperkeruh dunia pendidikan kita dan bukan menuju pencerdasan anak-anak bangsa namun sebaliknya. Pendidik yang hanya punya sertifikat Pendidikan AKTA, padahal disiplin keilmuan yang  ia peroleh kadang sama sekali jauh dari nuansa pendidikan, bukan turut mencerdaskan bangsa namun secara holistik merupakan penjungkirbalikan –pembodohan anak-anak bangsa.
Perlu dibuka SLTA Keguruan
        
Untuk menjaga image dan citra seorang pendidik  agar jangan lagi bermunculan maraknya guru yang terlahir secara "instant" melalui program pendidikan AKTA, sedangkan disiplin ilmu yang mereka dapatkankan sangatlah heterogen dan jauh dari nuansa pendidikan, sudah saatnyalah Pemerintah membuka kembali Sekolah Keguruan baik di bawah atap Depdiknas maupun Depag  mulai dari tingkat SLTA.
            Asumsi penulis bahwa pendidikan dan skill keguruan yang diajarkan di SPG, SGO maupun PGA yang kemudian  berlanjut ke Perguruan Tinggi. keguruan jauh lebih matang. Pendidikan dan skill yang diajarkan di sekolah-sekolah tersebut secara langsung memberikan gambaran, informasi, skill dan kiat-kiat keguruan sejak dini. Peserta didik digodok dan disiapkan menjadi seorang guru. Beda dengan mereka yang hanya mengenyam ilmu keguruan di Perguruan Tinggi, sedangkan latar belakang SLTA-nya  bukan keguruan. Apalagi dengan mereka yang hanya mengenyam pendidikan AKTA.
            Dengan dibukanya SLTA keguruan yang kemudian berlanjut di Perguruan Tinggi yang sesuai- akan terlahir performance tenaga-tenaga pendidik yang benar-benar handal, valid siap menghantarkan anak-anak bangsa ke jenjang yang lebih berperadaban sesuai dengan kaidah-kaidah pengajaran dan pendidikan peserta didik yang sebenarnya.
            Bergulirnya Undang-Undang Guru dan Dosen yang  salah satu implikasinya Guru yang telah berijazah S1 akan bisa mengikuti sertifikasi. Sertifikasi bagi guru disamping ujungnya akan memberikan kesejahteraan lebih kepada profesi pendidik, juga jangan lupa harus benar-benar menjadi parameter yang valid dan reliabel. Adilkah mereka yang hanya mempunyai sertifikat AKTA- mengikuti sertifikasi dan sama kedudukanya dengan mereka yang telah menempuh fak. Keguruan secara utuh. Valid dan reliabelkah  parameter yang dipakai jika pemegang AKTA hasilnya sama dengan alumni keguruan ?
            Alhasil dari tulisan singkat ini bahwa betapa urgen SLTA keguruan perlu dibuka kembali dalam ikut menyongsong Undang-Undang Guru dan Dosen. Demi terwujudnya sosok –performance tenaga pendidik yang handal-benar-benar memahami seluk beluk kependidikan. Pendidikan AKTA secara urgen bukan merupakan proteksi tapi lebih pada pemasungan profesi keguruan.
Penulis            : Kusnan  ( Praktisi Pendidikan)
Tinggal           : Kalisari – Cilongok - Banyumas